YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kalau sudah mengetahui daya tarik pertama dari Hyundai Grand Avega (baca: Hyundai Grand Avega Sentuhan Eropa, di rubrik produk), lantas apa yang keduanya? Kompas.com yang mengikuti "Hyundai Grand Avega Media Fun Drive" dari Jakarta ke Yogyakarta, 27 dan 28 September lalu tertegun akan performa yang "dimuntahkan" mesin tipe Gamma 1.4L DOHC dengan tenaga 108 PS pada 6.300 rpm dan torsi 13,9 kgm pada 5.000 rpm.
Dalam menjalani rute tahap I dari Jakarta menuju Cirebon, kompas.com sengaja memilih jadi penumpang di belakang, ingin merasakan kenyamanan dan kestabilan . Meski kondisi jalan melalui Pantura lebih banyak jalur lurus dan keriting.
"Eco Drive"
Tak menyangka, meski iring-ringan dipandu oleh mobil patwal polisi, Grand Avega bertransmisi manual bisa melesat sampai 180 km per jam saat lepas tol Cikarang menuju Cikampek. Sementara pedal gas belum mentok ketika ditanya kepada rekan media yang mengemudikan mobil.
Saat menerjang jalan keriting mulai daerah Pasir Putih, goncangan mobil agak terasa. Ini mungkin dikarenakan ban 175/70 yang membalut keempat pelek 14 dikasih tekanan angin melebihi ukuran standarnya. Kendati begitu kestabilan mobil, termasuk di tikungan tertap terjaga.
Hanya, selama perjalanan menuju Cirebon, perut sedikit mual lantaran gaya mengemudi rekan media tadi. Ia tidak memanfaatkan tenaga tiap gigi dengan normal, sehingga bensin yang penuh (43 liter) sampai Cirebon tinggal separuh. Sementara rata-rata mobil lain posisi bahan bakar masih tigaperempat.
Bisa boros lantaran saat putaran mesin meninggi, gigi persneling tidak dipindahkan (dinaikkan). Contohnya, dari gigi empat tidak digeser kelima saat putaran mesin sudah meninggi.
Padahal, mobil ini ada fitur "Eco Drive" yang bisa mengingatkan pengumdi untuk memindahkan gigi yang muncul dalam layar di antara indikator kecepatan dan putaran mesin. Bila kita tidak mengikuti perintahnya, maka tanda itu akan hilang.
"shiftronic"
Usai makan siang di Cirebon, rute tahap II menuju Purwokerto melalui jalur selatan lewat Karang Sembung, Cileduk, Banjar Kawung dan Bumiayu dengan jarak sekitar 200-an km, giliran kompas.com mengambil alih kemudi Grand Avega manual itu.
Sejauh itu, badan tidak terasa lelah karena desain jok yang bagian bawah bisa dinaik-turunkan dan sandarannya mengapit badan. Akan lebih pas lagi jika diameter genggaman kemudinya lebih besar sedikit lagi.
Yang cukup mengagetkan ketika menerjang jalan menanjak cukup panjang dengan kemiringan 20 derajat. Mobil bisa melaju mendekati akhir tanjakan dengan menggunakan gigi lima. Padahal, kecepatan mobil di awal tanjakan dimulai 30 km per jam dan harus turun gigi empat sebelum akhir tanjakan.
Trus, setiap gigi persneling sangat responsif. Dalam jarak 250 meter (dari mobil diam) sudah bisa menggunakan gigi lima. Dengan mengemudi normal, pemakaian bensin sampai Purwokerto hanya turun satu setrip.
Dalam lanjutan ke Yogyakarta melewati jalur Daendels melalui Karanganyar, Pantai Ayah, dan Bantul, Kompas.com menjajal transmisi matik. Dikatakan oleh Bebin Djuana, Marketing Vice President PT Hyundai Mobil Indonesia yang mensurvei rute bahwa jalur kali ini lebih menantang.
Benar juga. Selain jalannya sempit, sarat dengan tikungan tajam (patah) atau tikungan "S". Sekalipun ada tantangan, Grand Avega ini tak sulit menaklukkan medan karena dibekali dengan "shiftronic".
Jadi, setiap akan memasuki jalan menanjak, tongkat transmisi digeser ke kiri (shiftronic) dan turunkan gigi transmisi ke dua (tarik tongkat ke arah minus). Bila sudah mendapat tenaga, segera geser kembali tongkat ke kanan (matik).
Bagaimana dengan "eco drive". Ketika kompas.com ingin memanfaatkan "engine brake" di turunan dengan bantuan gigi satu, saat tongkat sudah dipindahkan ke shiftronic dan diturunkan ke satu tidak bisa, hanya sampai gigi dua. Begitu juga di jalan datar, perintah pindah gigi akan muncul di layar. Tapi, eco tidak berlaku saat memakai matik.(Kompas Sabtu, 1 Oktober 2011).